Sudah banyak kasus pengembang usaha properti di Indonesia yang diberhentikan pembangunan lahan propertinya, hal tersebut dikarenakan pengembang atau kita kenal dengan istilah developer tidak melaporkan kewajiban pajak atas subjek pajak maupun objek pajak properti itu sendiri.
Bagi para pebisnis sangat dibutuhkan kesadaran hukum atas kewajiban pajak properti oleh para pengusaha properti, sehingga dapat membantu pembangunan nasional sebagai sumber pendapatan negara.
Developer tersebut terkena sanksi pajak penghasilan (PPh) final PP no 34 tahun 2016 yang berisikan penghasilan yang diterima penjual (developer, pengembang) karena melakukan transaksi jual beli tanah/bangunan sebesar 2,5%, Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi barang kena pajak berupa tanah ataupun bangunan yang merupakan bukan kategori rumah sangat sederhana sebesar 10%.
Kemudian ada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5 % yang harus dibayarkan kepada pemerintah pusat (dalam hal ini Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Pajak) dan pemerintah daerah atas transaksi properti yang terjadi. Kali ini akan dibahas mengenai jenis pajak apa saja yang harus dibayarkan oleh pengusaha properti. Simak terus artikel ini?!
Mungkin Anda pebisnis memiliki pungutan wajib kepada negara yang mana akan masuk dalam pos pendapatan negara dari sektor pajak, penggunaan untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah demi kesejahteraan masyarakat seperti alokasi peningkatan pelayanan umum, alokasi ekonomi untuk ketahanan pangan, alokasi perlindungan umum, termasuk alokasi perumahan subsidi.
Berbeda dengan fungsi pemerintah, para pengusaha properti atau developer juga memiliki pungutan wajib atas subjek pajak (pemiliki, pembeli dan penjual properti) maupun objek pajak (properti itu sendiri) yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Hal tersebut dapat diartikan sebagai pajak properti.
Jenis pajak ini pasti melekat pada subjek dan objek pajaknya yang dipungut setiap tahun dan wajib dibayarkan oleh semua pemilik properi. Biasanya objek bumi dalam pajak bumi dan bangunan meliputi sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan dan tambang, sedangkan objek bangunan dalam pajak bumi dan bangunan meliputi rumah tinggal, bangunan usaha, bangunan bertingkat atau tinggi, tempat perbelanjaan, pagar mewah, fasilitas kolam renang dan jalan tol.
Adapun subjek pajak bumi dan bangunan adalah setiap orang pribadi atau badan yang secara nyata dan sah memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaatnya, memiliki bangunan dan menguasai bangunan tersebut. Berdasarkan dari perundang-undangan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang menjadi dasar penetapan pungutan pajak disAndarkan pada nilai jual kena pajak (NJKP) yang dikenakan 20 % dari nilai jual objek pajak (NJOP) jika nilai NJOP dibawah 1 milyar dan dikenakan 40 % dari NJOP jika diatas 1 milyar. Setelah itu dikenakan perkalian tarif (0,5%) dari nilai jual kena pajak (NJKP), sehingga terhitung besaran pengutan pajak bumi dan bangunan (PBB).
B. Pembeli Properti
Pungutan pajak properti jenis ini dikenakan atas perolehan hak milik tanah dan bangunan dengan status kepemilikan seperti setifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), sertifikat hak pakai, dan lain sebagainya. Besar tarif BPHTB dikenakan 5% dari nilai pengurangan harga transaksi atau nilai pasar dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP), biasanya besaran NPOPTKP paling rendah Rp. 60.000.000 untuk setiap wajib pajak (berdasarkan peraturan daerah). Pemberlakuan jenis pajak ini berdasarkan UU no 28 tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses pungutan BPHTB dilakukan oleh pemerintah daerah biasanya dilakukan oleh dinas pendapatan daerah atau dinas pelayanan pajak daerah.
C. Penjual Properti
1. Pajak Penghasilan (PPh) Final
Pungutan pajak properti ini pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan dan pengikatan perjanjian jual beli atas tanah/bangunan yang menjadi objek pajak properti itu sendiri. Berdasarkan peraturan terbaru PP no 34 tahun 2016 merupakan pajak penghasilan yang bersifat final adanya pengalihan hak atas tanah/bangunan baik melalui penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris atau cara lain yang disepakati oleh para pihak. Besaran pajak penghasilan (PPh Final) sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah/bangunan selain rumah susun atau rumah susun sederhana dan sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah/bangunan rumah susun atau rumah susun sederhana.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Jenis pajak properti ini dibayarkan oleh pembeli properti sedangkan pengusaha properti hanya memungutnya yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan membayarkan kepada negara. Pajak Pertambahan Nilai dibebankan khusus untuk properti baru (primary) sedangkan properti second tidak dibebankan karena pembebanan sudah diawal waktu properti tersebut dijual-belikan. Penyetoran dari pengusaha kena pajak (PKP) memiliki status pajak PPN terutang.
Seperti itulah penjelasan mengenai jenis pajak properti apa saja yang harus dibayarkan oleh pengusaha properti sehingga dapat mengurangi resiko pemeriksaan pajak karena belum melakukan kewajiban pembayaran pajak atas transaksi jual beli dan kepemilikan properti.
KANTOR
KAMI
Alamat:
Ruko 91 District Blok A No.9, BSD, Pagedangan, Kab.Tangerang, Banten
Copyright © 2024 LM Tax Consulting. All Rights Reserved.